Sabtu, 06 Desember 2008

DASAR - DASAR KAPITALISME

Pendahuluan

62 tahun sudah Negeri ini bebas dari jeratan penjajah dan mengikrarkan kata MERDEKA yang bergema seantero Nusantara. Dimana bangsa ini sudah mencatatkan 5 orang pemimpin yang akan dikenang oleh sejarah Bangsa ini. Ironisnya sampai hari ini belum ada pemimpin yang mampu menegakkan kejayaan Negeri ini dan kemakmuran rakyatnya. Negara masih berdiri angkuh tak mempedulikan nasib rakyatnya, dengan keangkuhannya pejabat pemerintah sudah tidak mengedepankan program-program yang merakyat karena berpegang teguh pada “WAHYU” Kapitalisme.
Dan dari hari kehari kehidupan rakyat kecil semakin tergusur dengan sistem yang menjerat sampai ke urat nadinya, yakni imperialisme. Sistem yang diagung-agungkan oleh pemimpin Bangsa kita hari ini. Kemakmuran yang diagung-agungkan, justru pengangguran yang dilahirkan dan Kesejahteraan yang digemakan, justru Kemiskinan massal yang terjadi. Bagaimana bisa, Bangsa yang subur dan kaya-raya seperti Indonesia ini bisa “ber-nasib” seperti itu???

Apa itu Kapitalisme
Kata kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah alat produksi seperti misal tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan uang.

Sejarah Kapitalisme
Kapitalisme muncul setelah masa kejayaan feodalisme runtuh dengan secara garis besar terbagi menjadi tiga fase:
1. Kapitalisme Awal ( 1500 – 1750 ).
Kapitalisme pada fase ini masih mengacu pada kebutuhan pokok yang ditandai dengan hadirnya industri sandang di Inggris sejak abad XVI sampai abad XVIII. Dan berlanjut pada usaha perkapalan, pergudangan, bahan- bahan mentah, barang- barang jadi dan variasi bentuk kekayaan yang lain. Dan kemudian berubah menjadi perluasan kapasitas produksi, dan talenta kapitalisme ini yang kemudian hari justru banyak menelan korban.
Di perkotaan, para saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi mereka dalam satu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula mereka menjual barang pada teman sesama saudagar seperjalanan, lalu berkembang menjadi perdagangan public. Sementara di wilayah pedesaan saat itu masih cenderung feodalistik.
Dalam hal ini Russel mengemukakan adanya tiga faktor yang menghambat kapitalisme di pedesaan dan berbagai wilayah lain. Kendala itu adalah :
a. Tanah yang ada hanya digunakan untuk bercocok tanam, sehingga hasil produksinya sangat terbatas. Russel mengusulkan untuk mengubah tanah menjadi sesuatu yang lebih menguntungkan (profitable). Atau dengan pengertian lain tanah bias diperjual belikan seperti barang lainnya.
b. Para petani atau buruh tani yang masih terikat pada system ekonomi subsistensi. Komentar Russel untuk hal ini adalah mereka siap untuk dipekerjakan dengan upah tertentu.
c. Hasil produksi yang diperoleh petani saat itu hanya sekedar digunakan untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Menurutnya, produksi hasil petani harus ditawarkan ke pasar dan siap dikonsumsi oleh publik.
2. Kapitalisme Klasik ( 1750 – 1914 ).
Kapitalisme pada fase ini merupakan pergeseran dari perdagangan public kebidang industri yang ditandai oleh Revolusi Industri di Inggris dimana banyak diciptakan mesin- mesin besar yang sangat menunjang industri. Di fase inilah terkenal tokoh yang disebut “bapak kapitalisme” dengan bukunya yang sangat tekenal the Wealth Of Nations ( 1776 ) dimana salah satu poin ajarannya laissez faire dengan invisible hand-nya ( mekanisme pasar )dan beberapa tokoh seangkatan seperti David Ricardo dan John Stuart Mills, yang sering dikenal sebagai tokoh ekonomi neo- klasik. Pada fase inilah kapitalisme sering mendapat hujatan pedas dari kelompok Marx.
3. Kapilaisme Lanjut ( 1914 – sekarang ).
Momentum utama fase ini adalah terjadinya Perang Dunia I, kapitalisme lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa- bangsa di Asia dan Afrika sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, revolusi Bolshevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama
Perspektif Teori Dasar Kapitalisme Secara Sosiologis Dan Ekonomis
Secara sosiologis paham kapitalisme berawal dari perjuangan terhadap kaum feodal, salah satu tokoh yang terkenal Max Weber dalam karyanya The Protestan Ethic of Spirit Capitalism, mengungkapkan bahwa kemunculan kapitalisme erat sekali dengan semangat religius terutama kaum protestan. Pendapat Weber ini didukung Marthin Luther King yang mengatakan bahwa lewat perbuatan dan karya yang lebih baik manusia dapat menyelamatkan diri dari kutukan abadi. Tokoh lain yang mendukung adalah Benjamin Franklin dengan mottonya yang sangat terkenal yaitu “Time Is Money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja keras dan memupuk kekayaan.
Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah akan bisa lepas Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme :
1. Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas – batas tertentu.
2. Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi.
3. Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin.
4. Kebebasan melakukan kompetisi.
5. Mengakui hokum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.
Sifat dan Watak Dasar Kapitalisme
Ada tiga hal yang menjadi pola sifat dan watak dasar kapitalisme, tiga hal tersebut yang melandasi adanya penindasan yang terjadi dari sejak munculnya kapitalisme sampai praktek kapitalisme yang terjadi detik ini. Tiga hal tersebut adalah:
1. Eksploitasi
Ini berarti pengerukan secara besar-besaran dan habis- habisan terhadap sumber daya alam maupun sumber daya manusia, seperti yang terjadi pada jaman penjajahan, bahkan sampai sekarang meskipun dalam bentuk yang tidak sama. Kaum kapitalis akan terus melakukan perampokan besar- besaran terhadap kekayaan alam kita dan terus mengeksploitasi para buruh demi kepentingan dan keuntungan pribadi.
2. Akumulasi
Secara harfiah akumulasi berarti penumpukan, sifat inilah yang mendasari kenapa capitalist tidak pernah puas dengan dengan apa yang telah diraih. Misalnya, kalau pertama modal yang dipunyai adalah Rp.1 juta maka si kapitalis akan berusaha agar bisa melipat gandakan kekayaannya menjadi Rp.2 juta dan seterusnya. Sehingga kaum kapitalis selalu menggunakan segala cara agar kekayaan mereka berkembang dan bertambah.
3. Ekspansi
Ini berarti pelebaran sayap atau perluasan wilayah pasar, seperti yang pada kapitalisme fase awal. Yaitu dari perdagangan sandang diperluas pada usaha perkapalan, pergudangan, barang- barang mentah dan selanjutnya barang- barang jadi.
Dan yang terjadi sekarang adalah kaum kolonialis melakukan ekspansi ke seluruh penjuru dunia melalui modal dan pendirian pabrik – pabrik besar yang nota bene adalah pabrik lisensi. Yang semakin dimuluskan dengan jalan globalisasi.
Itulah yang terjadi pada hampir di seluruh belahan dunia, kapitalisme semakin mengakar dan menghisap negara – negara miskin dan berkembang melalui sebuah cara yang disebut globalisasi. Kapitalisme semakin menggurita dalam setiap sendi kehidupan bangsa yang terkesan pongah ini. Pantaskah kapitalisme tetap berlanjut dan bertahan hidup diatas bumi pertiwi ini? Pantaskah faham kapitalisme menjadi faham kerakyatan? Dan pantaskah kapitalisme menjerat urat nadi kehidupan bangsa kita?




“HANTJURKAN KAPITALISME”
‘GO TO HELL WITH YOUR AID”


*Materi Pendidikan dan Pelatihan Tahap I SMI Cab. Malang Di Coban Rais Batu.

PENDIDIKAN UNTUK SIAPA???

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses dalam memanusiakan manusia dan memajukan peradaban suatu bangsa serta mencerdaskan kehidupan berbangsa seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu pendidikan merupakan media untuk menanamkan nilai-niai, moral dan ajaran agama, alat pembentuk kesadaran bangsa, alat mengangkat status sosial, alat menguasai teknologi serta media untuk menguak rahasia alam raya da manusia.Akan tetapi keberadaan pendidikan hari ini malah menjadikan manusia tidak manusiawi bahkan proses pembodohan secara struktural yang terjadi.

Sudah jelas kiranya yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 31, ayat 1 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Yang artinya, setiap anak bangsa mempunyai hak yang sama tanpa harus membedakan si kaya atau si miskin, suku, ras dan agama untuk mengenyam pendidikan pada jenjang apapun mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan dimanapun. Lain dengan kenyataanya, bahwa pendidikan hari ini bukanlah hak setiap anak bangsa karena pendidikan telah menjadi suatu barang mewah yang sulit untuk diraih bagi rakyat, terutama rakyat kecil. Di hadapan lembaga pendidikan yakni sekolahan, rakyat kecil (miskin) hampir tidak mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan. Biaya mahal adalah salah satu penghalangnya.

Merujuk pada UUD Bab XIII pasal 31 ayat 2, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Melihat dan memperhatikan ayat ini, teryata pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk memberikan subsidi pendidikan jenjang yang lebih tinggi misalnya SMU atau Perguruan Tinggi karena yang dibiayai pemerintah hanya pendidikan dasar. Tepat kiranya apabila menempuh pendidikan yang lebih tinggi misalkan jenjang SMU, rakyat dihadapkan pada permasalahan dana, dimana tidak sedikit uang yang harus dikeluarkan untuk menikmati pendidikan yang lebih tinggi bagi anaknya. Dengan berbagai alasan sekolah meminta orang tua calon murid untuk memberikan sumbangan. Kita dapat melihat fenomena yang ironis di setiap tahun ajaran baru, kantor pegadaian ramai dengan orang-orang yang ingin menggadaikan barang yang mereka miliki hanya untuk biaya anaknya meneruskan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Dan pada akhirnya masyarakat belum berhak untuk menikmati pendidikan, apabila tidak memenuhi kewajibannya dulu yakni bayar tiket masuk sekolah.

Masuknya globalisasi keranah negara kita, membuat pendidikan menjadi barang dagangan yang cukup prospektif dan mempunyai nilai jual tinggi. Di perdagangkannya pendidikan merupakan kemunduran dunia pendidikan kita. Pendidikan kita telah kembali ke zaman penjajahan, dimana hanya orang yang berduit saja yang bisa mengenyam pendidikan, terutama pendidikan jenjang yang lebih tinggi. Selain itu orang yang berduit banyak bisa memperoleh pendidikan yang berkualitas, sedangkan yang berduit pas-pasan akan mendapat pendidikan yang mempunyai kualitas sedang pula. Secara tidak langsung hal ini telah menimbulkan diskriminasi bagi anak bangsa dalam memperoleh kesempatan untuk mengakses pendidikan atau bersekolah.

Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi suatu negara, maka dari itu negara harus menciptakan sistem pendidikan yang demokratis, terjangkau dan berkualitas dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pertama: demokratis, kurikulum pendidian yang tidak hanya mengedepankan siswa didik hanya mampu membaca dan menulis saja. Akan tetapi mengajarkan siswa untuk berbicara. Belum tentu siswa yang pandai mampu berbicara di depan umum secara baik, maka dari itu menjadi tugas negara untuk menciptakan generasi bangsa yang tangguh dalam bidangnya, serta kritis terhadap sekitarnya. Kedua: terjangkau, dengan ditetapkannya subsidi 20% dari APBN untuk pendidikan nasional, seharusnya subsidi ini tidak menimbulkan diskriminasi pendidikan. Di lain sisi, pemerintah menerapkan UU Badan Hukum Pendidikan untuk perguruan tinggi yang mengakibatkan biaya kuliah menjadi semakin tak terjangkau, dengan kata lain generasi bangsa HANYA di siapkan lulus Sekolah Menengah saja. Ketiga: berkualitas, dalam menyiapkan generasi yang tangguh untuk meneruskan tongkat estafet perjalanan negara ini, haruslah dengan sistem pendidikan yang tidak ketinggalan zaman. Artinya kurikulum yang berkualitas dalam segi teori dan praktek.

Pada akhirnya pendidikan seyogyanya tidak hanya dimaknai suatu usaha untuk mengentaskan rakyat dari buta huruf dan kebodohan saja, akan tetapi menjadi suatu wadah atau alat yang tepat dan penting untuk menyiapkan amunisi-amunisi penerus bangsa yang tangguh dan handal, yang nantinya ditangan generasi inilah negara kita mau dibawa kemana.